Ekonom Senior Indef Ungkap Industri Manufaktur Jeblok di Era Jokowi

2 hours ago 2
situs winjudi online winjudi winjudi slot online winjudi online Daftar slot gacor Daftar situs slot gacor Daftar link slot gacor Daftar demo slot gacor Daftar rtp slot gacor Daftar slot gacor online terbaru Daftar situs slot gacor online terbaru Daftar link slot gacor online terbaru Daftar demo slot gacor online terbaru Daftar rtp slot gacor online terbaru slot gacor situs slot gacor link slot gacor demo slot gacor rtp slot gacor informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat situs winjudi online

Ilustrasi industri manufaktur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Universitas Paramadina Didin Damanhuri menyoroti anjloknya sektor industri manufaktur Indonesia di era sepuluh tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Didin menyampaikan pertumbuhan industri manufaktur sebelum reformasi selalu berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.

"Eranya Soeharto, pertumbuhan industri manufaktur itu antara 12-14 persen dan pertumbuhan ekonominya 7-8 persen. Era reformasi, pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar lima persen dan industri manufakturnya sekitar empat persen," ujar Didik dalam diskusi bertajuk "Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo (Mustahil Tumbuh 8 Persen Tanpa Industrialisasi)" di Jakarta, Ahad (22/9/2024).

Didin menyebut pelemahan sektor industri manufaktur berdampak besar dalam penciptaan lapangan kerja. Hal ini membuat 60 persen hingga 70 persen angkatan kerja Indonesia saat ini berada di sektor informal.

"Jadi mereka yang tidak bisa masuk pada dunia kerja, terutama di dalam industri, mereka memilih kepada sektor informal," ucap Didin.

Didin mengatakan satu persen pertumbuhan ekonomi era Soeharto mampu membuka sekitar 700 ribu lapangan kerja. Sementara era reformasi justru mengalami penurunan drastis dengan hanya menciptakan 200 ribu lapangan kerja setiap satu persen pertumbuhan ekonomi.

"Jadi itu yang menjelaskan bahwa terjadi informalisasi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," lanjut Didin.

Didin menyampaikan fenomena ini menjadi indikator nyata mandeknya industrialisasi dalam negeri. Didin menilai pemerintahan Jokowi tidak memiliki perencanaan yang konkret akan industrialisasi.

Didin menyebut komitmen industrialisasi pascareformasi acap kali hanya menjadi janji politik dalam setiap pemilu. Didin mencontohkan minimnya perhatian akan industrialisasi dalam program Nawacita Jokowi.

"Akhirnya pada pemerintahan 2019-2024 membangun infrastruktur besar-besaran yang sebenarnya perencanaannya sudah mulai ada sejak era SBY," ucap Didin.

Alih-alih fokus meningkatkan industrialisasi, Didin menyampaikan, Jokowi justru melakukan pembangunan yang tidak dalam rencana awal seperti kereta cepat maupun Ibu Kota Nusantara (IKN) yang tidak terkait dengan upaya pengurangan kemiskinan atau pengurangan ketimpangan.

"Jadi sepuluh tahun terakhir, Indonesia mengalami proses reindustrialisasi yang sangat radikal dari mulai hampir 30 persen di akhir pemerintahan Soeharto turun menjadi 18 persen di akhir pemerintahan Jokowi," kata Didin.

Read Entire Article