Istanbul (ANTARA) - Pemerintahan Donald Trump merancang rencana pasca-perang Gaza yang mencakup relokasi “sukarela” warga Palestina dengan imbalan token digital, pembayaran tunai, serta subsidi makanan dan sewa di tempat lain, demikian dilaporkan Washington Post, Minggu (31/8).
Proposal setebal 38 halaman yang diperoleh media tersebut menggambarkan relokasi sementara lebih dari 2 juta penduduk Gaza, baik melalui keberangkatan “sukarela” ke negara lain maupun ke zona terbatas dan aman di dalam wilayah itu selama proses rekonstruksi.
Menurut rencana itu, pemilik tanah akan ditawari token digital sebagai kompensasi relokasi sementara, yang dapat ditukar dengan hak pembangunan kembali, opsi pindah ke luar negeri, atau unit apartemen di enam hingga delapan “kota pintar berbasis AI” yang direncanakan di Gaza.
Bagi warga yang memilih keluar Gaza, insentif yang dijanjikan mencakup 5.000 dolar AS (sekitar Rp82,3 juta) dalam bentuk uang tunai, subsidi sewa empat tahun, dan bantuan pangan selama satu tahun.
Perhitungan rencana itu menyebut setiap orang yang meninggalkan Gaza akan menghemat sekitar 23.000 dolar AS (Rp378,7 juta) bagi lembaga perwalian, dibanding biaya perumahan sementara dan layanan dasar bagi mereka yang tetap berada di zona aman.
Rencana yang dikenal sebagai Gaza Reconstitution, Economic Acceleration, and Transformation (GREAT) Trust ini disusun oleh pihak Israel bersama AS dan Yayasan Kemanusiaan Gaza yang didukung Israel, dengan perencanaan finansial dari Boston Consulting Group.
Dokumen itu menggambarkan konsep “Gaza Trump Riviera” dengan resor dan kemungkinan pulau buatan; enam hingga delapan “kota pintar berbasis AI” lengkap dengan hunian, perdagangan, industri, sekolah, rumah sakit, serta ruang hijau; hingga apartemen seluas 1.800 kaki persegi seharga 75.000 dolar AS (sekitar Rp1,2 miliar) bagi keluarga yang menukarkan token tanah mereka.
Sumber yang mengetahui perencanaan trust dan pembahasan internal pemerintahan menyampaikan isu sensitif tersebut dengan syarat nama sumber dirahasiakan (anonim).
Gedung Putih merujuk pertanyaan ke Departemen Luar Negeri AS yang menolak berkomentar. Boston Consulting Group menyebut pekerjaannya terkait rencana ini tidak disetujui secara resmi, bahkan dua mitra senior yang memimpin pemodelan keuangan kemudian diberhentikan.
Pada Rabu lalu, Trump bertemu sejumlah pejabat tinggi termasuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio, utusan Steve Witkoff, mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, dan menantunya Jared Kushner untuk membahas upaya mengakhiri perang hampir dua tahun, namun tidak ada keputusan yang diumumkan.
Rencana tersebut digadang-gadang menghasilkan keuntungan tanpa menggunakan dana pemerintah AS, berbeda dengan Yayasan Kemanusiaan Gaza yang mengandalkan donasi dan kontraktor keamanan swasta. Trust ini diharapkan menarik investasi publik dan swasta untuk proyek besar mulai dari pabrik kendaraan listrik, pusat data, resor pantai, hingga apartemen bertingkat.
Perhitungan proyeksi menyebut investasi 100 miliar dolar AS (Rp1.646,8 triliun) akan berlipat hampir empat kali dalam satu dekade, ditopang pendapatan mandiri. Sebagian detail sebelumnya sudah dilaporkan Financial Times.
Rencana itu juga membayangkan Israel menyerahkan “wewenang administratif dan tanggung jawab di Gaza kepada GREAT Trust berdasarkan perjanjian bilateral AS-Israel,” yang kelak berkembang menjadi badan multilateral dengan dukungan investasi Arab dan pihak lain.
Trust tersebut akan mengelola Gaza sekitar 10 tahun “hingga entitas Palestina yang direformasi dan dideradikalisasi siap mengambil alih,” tanpa menyebut negara Palestina, hanya menyinggung bahwa entitas masa depan itu “akan bergabung dengan Abraham Accords.”
Profesor hukum Rutgers Adil Haque memperingatkan setiap skema yang mencegah warga Palestina kembali ke rumahnya atau gagal menyediakan pangan, layanan kesehatan, dan tempat tinggal layak akan tetap melanggar hukum, “terlepas dari imbalan tunai yang ditawarkan.”
Sebelumnya, dalam wawancara dengan Fox News pada Februari, Trump membela usulnya untuk “memiliki” dan membangun kembali Gaza, yang pertama kali ia ungkapkan saat pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu berkunjung ke Gedung Putih sepekan sebelumnya.
“Kami akan membangun komunitas indah untuk 1,9 juta orang… komunitas yang aman sedikit jauh dari tempat mereka sekarang, di mana semua bahaya itu berada,” kata Trump.
Ketika ditanya apakah warga Palestina akan diizinkan kembali ke tanah mereka, Trump menjawab: “Tidak, mereka tidak akan kembali karena mereka akan mendapat hunian yang jauh lebih baik, jauh lebih baik.”
Sumber: Anadolu
Baca juga: Israel kini kuasai 77 persen Gaza, Palestina: Ini genosida sistematis
Baca juga: Warga Palestina tolak usulan relokasi Trump, bertekad tinggal di Gaza
Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.