WAKIL Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer, yang terjerat dalam kasus dugaan korupsi pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), mengajukan permohonan amnesti kepada Presiden Prabowo Subianto. Permintaan tersebut disampaikan saat dirinya hendak memasuki mobil tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat, 22 Agustus 2025.
"Semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo," ujar Immanuel Ebenezer atau yang akrab disapa Noel.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Sebelum menuju mobil tahanan, Noel juga mengungkapkan permintaan maaf kepada Presiden Prabowo, keluarga, dan rakyat Indonesia, atas keterlibatannya dalam kasus korupsi ini. Dia juga menjelaskan bahwa kasus yang menjeratnya tidak terkait dengan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3. “Saya minta maaf kepada anak dan istri saya, juga kepada rakyat Indonesia. Saya ingin mengklarifikasi bahwa saya tidak terlibat dalam operasi tangkap tangan (OTT) ini,” ujarnya.
KPK menetapkan Immanuel Ebenezer sebagai tersangka dalam kasus ini, bersama dengan 10 orang lainnya, sehingga total tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini menjadi 11 orang. Kasus ini terungkap dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada 20 Agustus 2025. Dalam penyelidikan tersebut, KPK juga melakukan penyitaan terhadap berbagai barang bukti, termasuk mobil, sepeda motor, dan uang tunai senilai Rp 170 juta serta USD 2.201.
Immanuel, yang menjabat sebagai Wamenaker, diduga terlibat dalam praktik pemerasan terhadap buruh dengan biaya pengurusan sertifikat K3 yang seharusnya hanya Rp 275 ribu, namun kenyataannya buruh harus membayar hingga Rp 6 juta. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, “Kami sudah memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan.”
Reaksi Beragam Terhadap Permintaan Amnesti Immanuel
Permintaan amnesti dari Immanuel Ebenezer langsung memicu reaksi dari berbagai kalangan. Beberapa pihak menilai bahwa permintaan tersebut tidak tepat dan meminta agar Presiden Prabowo menolaknya.
Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menyarankan agar Presiden Prabowo menolak permohonan amnesti dari Noel. Lakso berpendapat bahwa pemberian amnesti dapat menghambat upaya pemberantasan korupsi yang sedang digalakkan oleh KPK. “Permintaan amnesti ini seharusnya ditolak karena akan memberikan sinyal negatif terhadap upaya pemberantasan korupsi,” ujar Lakso dalam keterangannya, Ahad, 24 Agustus 2025.
Pakar anti-korupsi dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rahman, juga menilai permintaan amnesti tersebut menghilangkan efek jera bagi pelaku korupsi. “Amnesti ini akan mengurangi efek jera dan justru bisa memperburuk praktik korupsi di masa depan,” kata Zaenur, yang juga menekankan pentingnya proses hukum berjalan tanpa campur tangan amnesti.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa Presiden Prabowo tidak akan membela bawahannya yang terlibat dalam kasus korupsi. "Presiden Prabowo sudah berulang kali mengingatkan jajarannya untuk tidak terlibat dalam korupsi, dan beliau tidak akan membela siapa pun yang terlibat dalam kasus korupsi," ujar Hasan kepada wartawan pada Sabtu, 23 Agustus 2025.
Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Jawade Hafidz, menilai permintaan amnesti oleh Immanuel terlalu dini. "Amnesti adalah hak prerogatif Presiden, tetapi tidak bisa diberikan tanpa alasan yang kuat dan rasional. Permohonan seperti ini sebaiknya dipertimbangkan dengan hati-hati," ujar Jawade.
Politikus dan Partai Politik Angkat Bicara
Politikus dari berbagai partai juga memberikan tanggapan terkait permintaan amnesti ini. Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, mengimbau Immanuel Ebenezer untuk mengikuti proses hukum yang berlaku. "Semua pihak harus mengikuti proses hukum yang sedang berjalan. Kami percaya aparat penegak hukum akan bertindak profesional dalam pemberantasan korupsi," ujarnya.
Partai Gerindra, yang dipimpin oleh Presiden Prabowo, juga menegaskan bahwa tidak ada perlindungan bagi pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi. "Presiden Prabowo tidak pandang bulu terhadap koruptor. Jika terbukti terlibat, maka langkah hukum akan diambil," ujar Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.
Politikus PDIP, Guntur Romli, turut menyoroti pernyataan Immanuel yang pernah mengusulkan hukuman mati bagi pejabat yang melakukan korupsi. Guntur mengingatkan bahwa Immanuel seharusnya siap dengan konsekuensi hukum yang berlaku jika terbukti melakukan korupsi. “Jadi, saya tanya, apakah Immanuel siap dihukum mati sesuai dengan pernyataannya dulu?” ujar Guntur.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan keprihatinannya atas keterlibatan Immanuel dalam kasus ini. Namun, ia juga mengingatkan bahwa godaan korupsi sering kali muncul dalam pengurusan perizinan yang melibatkan banyak pihak. "Kasus ini bisa jadi pelajaran bagi pejabat publik lainnya untuk tidak tergoda melakukan korupsi," kata Said.
KPK: Tidak Ada Tempat untuk Korupsi
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa KPK percaya Presiden Prabowo tidak akan memberikan amnesti kepada Immanuel. "KPK yakin bahwa Presiden Prabowo tidak akan memberikan amnesti karena beliau berkomitmen untuk memberantas korupsi," ujar Budi, yang juga menegaskan bahwa amnesti tidak boleh diberikan dengan mudah kepada pelaku korupsi. “Kami berharap pelaku korupsi tidak berharap mendapatkan amnesti dan menjalani proses hukum dengan serius,” tambahnya.