
DEPUTI Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini menyampaikan sepanjang Januari-Juli 2025 total nilai ekspor Indonesia mencapai US$160,16 miliar atau setara Rp2.635,93 triliun (kurs Rp16.458).
Angka ini tumbuh tinggi 8,03% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Secara rinci ekspor migas tercatat US$7,97 miliar atau Rp131,09 triliun, turun 14,56% secara tahunan (year-on-year/yoy). Sedangkan ekspor nonmigas meningkat 9,55% menjadi US$152,20 miliar (Rp2.506,37 triliun).
"Peningkatan ekspor kumulatif terutama ditopang sektor industri pengolahan dengan andil 12,81%, serta sektor pertanian," jelas Pudji dalam konferensi pers Rilis BPS September secara daring, Senin (1/9).
Khusus Juli 2025, nilai ekspor mencapai US$24,75 miliar (Rp407,47 triliun), naik 9,86% dibanding Juli 2024. Rinciannya, ekspor migas turun 34,13% menjadi US$940 juta (Rp15,47 triliun), sementara ekspor nonmigas tumbuh 12,83% menjadi US$23,81 miliar (Rp391,98 triliun).
Pudji menerangkan kenaikan ekspor nonmigas Juli 2025 didorong oleh komoditas lemak dan minyak hewan/nabati yang naik 82,72% dan memiliki andil ekspor sebesar 7,08%. Lalu, mesin dan perlengkapan mekanis serta bagiannya yang naik 69,02% dan memberikan andil ekspor 1,76%, dan logam mulia dan perhiasan yang naik 47,41% dengan andil 1,66%.
Sementara itu, total impor pada Juli mengalami penurunan tajam. Tercatat nilainya menjadi US$20,57 miliar atau setara Rp338,54 triliun, anjlok 5,85% secara tahunan. Impor migas turun signifikan 29,36% menjadi US$2,51 miliar (Rp41,34 triliun). Impor nonmigas turun juga 1,29% menjadi US$18,06 miliar (Rp297,20 triliun).
"Penurunan impor terutama disebabkan turunnya impor migas dengan andil 4,78%," jelas Pudji.
Sepanjang Januari-Juli 2025 nilai impor tercatat US$136,51 miliar (Rp2.246,94 triliun), melonjak 3,41% dibanding periode yang sama tahun lalu. Impor migas sebesar US$18,38 miliar (Rp302,29 triliun), atau turun 14,79%, sedangkan impor nonmigas naik 6,97% menjadi US$118,13 miliar (Rp1.944,64 triliun).
Berdasarkan penggunaan, kenaikan impor terutama berasal dari bahan baku penolong dan barang modal. Impor barang modal mencapai US$27,38 miliar (Rp450,83 triliun), melonjak 20,56% dengan andil peningkatan 3,45%. (E-4)