Jakarta -
Macet 'horor' di Puncak begitu mengerikan. Selama 24 jam, wisatawan terjebak kemacetan. Kemenparekraf pun menyoroti koordinasi dan pengelolaan tata ruang.
Kemacetan parah terjadi di kawasan wisata Puncak, Bogor pada libur long weekend lalu. Antusiasme masyarakat untuk berlibur saat akhir pekan ternyata masih sangat tinggi.
Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Krisis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Fadjar Hutomo menyampaikan, dalam situasi seperti itu perlu ada antisipasi lintas sektor untuk menanggulangi lonjakan masyarakat ke kawasan puncak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walaupun jika dilihat dari sisi kunjungan wisata terbilang positif karena terjadi peningkatan wisatawan. Inilah yang menjadi tugas pemerintah untuk memberikan antisipasi dan penanganan terkait peristiwa seperti ini.
"Tentunya menjadi tugas pemerintah untuk melakukan antisipasi terkait dengan pengaturan-pengaturan banyak hal, karena memang harus disadari bahwa satu sisi kita berharap peningkatan volume kunjungan wisatawan domestik. Tapi juga harus disadari bahwa peningkatan jumlah kunjungan itu pun ada risiko," katanya saat dihubungi detikTravel, Selasa (17/9/2024).
"Ada dampak yang perlu diantisipasi, salah satunya adalah kemacetan mungkin juga akan muncul persoalan sampah dan lain sebagainya. Ini tentu membutuhkan kolaborasi lintas sektor, karena pariwisata itu secara vertikal dan horizontal, secara kelembagaan multipihak ya, sangat multi pemangku kepentingan," sambungnya.
Saat libur long weekend, Fadjar mengatakan lonjakan itu tak terprediksi seperti libur lebaran atau nataru sehingga terjadi kemacetan. Ia juga mengatakan pengelolaan tata ruang pun harus diperhatikan betul agar mampu menciptakan situasi yang lebih kondusif.
Fadjar menyampaikan dari sektor kepariwisataan melihat fenomena kemacetan di kawasan Puncak ini tidak serta merta hanya melihat aspek promosinya saja.
Tetapi juga perlu ditunjang dengan kesiapan-kesiapan lainnya, supaya mampu mengurangi kepadatan atau situasi kemacetan seperti kejadian lalu.
"Dari perspektif kepariwisataan memang ketika merencanakan sebuah destinasi menjadi destinasi wisata. Kita tidak hanya berbicara promosinya saja, tetapi juga perlu melihat bagaimana kesiapan infrastrukturnya, aksesibilitasnya, amenitasnya seperti apa selain atraksinya," sebut Fadjar.
Karena menurutnya, dewasa ini destinasi-destinasi wisata lebih mengedepankan atraksi terlebih dahulu dan sedikit mengenyampingkan aspek lainnya. Sehingga ketika kunjungan meningkat kesiapan menerima lonjakan wisata kurang terantisipasi.
"Yang sering terjadi kan atraksinya muncul duluan, muncul viral tapi kemudian infrastrukturnya belum mencukupi. Nanti kalau masih sepi belum viral mungkin tidak ada masalah, tapi begitu ada efek viral (baru) biasanya cepat ditangani," ujarnya.
(wsw/wsw)