
PEMBERIAN Air Susu Ibu (ASI) eksklusif masih menghadapi banyak hambatan meski manfaatnya bagi bayi tidak terbantahkan. Hambatan itu mulai dari promosi susu formula, kurangnya pengetahuan ibu, kondisi medis tertentu, hingga minimnya dukungan keluarga.
Salah satu tantangan utama datang dari gencarnya pemasaran susu formula. Karena itu fasilitas kesehatan diwajibkan mematuhi International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes.
“Tidak boleh mempromosikan susu formula, tidak boleh menjual botol dan dot, dan tidak boleh menerima sponsor dari produsen susu formula,” kata Anggota Satgas ASI IDAI Elizabeth Yohmi Darius dalam acara Puncak Pekan Menyusui Sedunia 2025, Kamis (4/9).
Aturan ini ditegakkan agar tidak ada intervensi industri yang menghambat pemberian ASI eksklusif.
Hambatan lain berasal dari kekhawatiran ibu sendiri. Banyak yang merasa produksi ASI pada hari-hari pertama melahirkan tidak cukup. Padahal kolostrum yang keluar meski sedikit sangat berharga.
“Kolostrum itu emas cair. Jangan pernah ibu berpikir tidak ada ASI. Justru yang keluar pertama kali itulah yang paling penting untuk kekebalan bayi,” ujar dia.
Kondisi medis tertentu juga kerap menjadi tantangan. Ibu dengan HIV positif, misalnya, memerlukan konseling khusus.
“Kalau tidak memungkinkan menyusui, pilihan susu formula hanya boleh diberikan dengan syarat dapat diterima, terjangkau, aman, berkesinambungan, dan sesuai standar medis,” kata Yohmi.
Untuk itu, disiapkan ruang khusus agar ibu bisa tetap mendapatkan pendampingan sejak melahirkan hingga masa perawatan bayi.
Selain itu, minimnya dukungan keluarga, khususnya suami, juga menjadi penghambat keberhasilan ASI eksklusif. Banyak ibu yang merasa tidak percaya diri ketika tidak didukung.
“Kalau edukasi dilakukan sejak kehamilan, ibu akan lebih percaya diri saat menghadapi masa awal menyusui,” katanya.
Dukungan emosional dari suami bahkan dinilai penting saat Inisiasi Menyusu Dini (IMD). “Ayah boleh masuk, boleh mendampingi IMD. Itu bentuk dukungan yang luar biasa bagi ibu,” tambahnya.
Untuk mengatasi berbagai hambatan tersebut, fasilitas kesehatan menerapkan 12 langkah keberhasilan menyusui.
Langkah-langkah itu mencakup edukasi antenatal, pelaksanaan IMD baik persalinan normal maupun sesar, serta rawat gabung ibu-bayi 24 jam. “Tidak ada lagi kamar bayi. Semua bayi sehat dirawat bersama ibunya, supaya bisa langsung disusui,” ujar Yohmi.
Larangan pemberian cairan selain ASI juga ditegakkan. “Kalau ada indikasi medis, harus ada surat pernyataan resmi. Tidak boleh bayi diberi air gula, madu, atau cairan lain di luar ASI,” jelas dia.
Untuk bayi yang belum bisa menyusu langsung, metode alternatif digunakan. “Kami tidak menggunakan botol dan dot, tetapi cup feeder atau feeding tube, supaya stimulasi ke payudara tetap terjaga,” katanya.
Dukungan tidak berhenti di ruang persalinan. Setelah ibu pulang, perlu tersedia layanan tindak lanjut. “Ada hotline 24 jam, ada kunjungan laktasi, bahkan bisa kami dampingi ke rumah bila diperlukan. Semua ini agar ibu tidak merasa sendirian,” kata Yohmi.
Monitoring tumbuh kembang bayi juga dilakukan sejak dini. “Tugas ibu hanyalah menyusui sesering mungkin dengan teknik yang benar. Tugas kami memastikan bayi aman, berat badan stabil, dan tidak ada kondisi medis yang menghambat,” ujarnya.
Pesan utama dari berbagai langkah ini sederhana: ASI adalah hak bayi, dan setiap ibu berhak mendapat dukungan penuh.
“Setiap bayi berhak mendapatkan ASI, dan setiap ibu berhak mendapat dukungan penuh untuk bisa menyusui,” pungkasnya. (I-3)