Haifa -
Guci kuno dari Zaman Perunggu yang pernah dipecahkan oleh bocah berusia 4 tahun kini sudah dipamerkan lagi di Museum Hecht, Israel usai berhasil direstorasi.
Guci berharga itu suskes direstorasi oleh para ahli selama dua minggu lamanya. Mengutip dari AP, Selasa (17/9/2024) guci kuno itu resmi dipamerkan kembali pada hari Rabu (11/9) pekan lalu.
Kejadian pecahnya guci kuno itu terjadi pada bulan lalu, ketika ada sekeluarga wisatawan dari Israel Utara berkunjung ke museum tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anak dari keluarga itu yang masih berusia 4 tahun tak sengaja menyenggol guci hingga jatuh dan pecah berkeping-keping. Ayah dari bocah tersebut, Alex Geller saat berada di museum dan mendengar suara benda jatuh dan pecah, ia langsung berharap.
"Semoga itu bukan karena ulah anakku," ungkapnya dikutip dari AP.
Guci berukuran cukup besar itu sudah terpajang di museum sekitar 35 tahun. Guci itu merupakan satu-satunya wadah seukuran itu dan dari masa itu yang masih lengkap saat ditemukan.
Guci dari Zaman Perunggu ini salah satu dari banyak artefak yang dipamerkan di tempat terbuka. Direktur Museum Hecht di kota Haifa, Inbal Rivlin mengatakan tujuan dipajangnya artefak-artefak di area terbuka untuk memberikan pengalaman berbeda kepada pengunjung.
"Ini merupakan bagian dari visi Museum Hect untuk memungkinkan pengunjung menjelajahi dan menikmati sejarah tanpa penghalang kaca," katanya.
Disinyalir fungsi dari guci tersebut sebagai wadah anggur atau minyak dan sudah ada sejak tahun 2.200 hingga 1.500 SM.
Rivlin memutuskan untuk mengubah insiden tersebut sebagai momentum untuk menarik perhatian internasional dan menjadi kesempatan belajar dengan mengundang kembali keluarga Geller untuk kunjungan khusus dan kegiatan yang menggambarkan proses restorasi.
Rivlin menambahkan bahwa insiden tersebut memberikan perhatian positif di tengah perang yang sedang berlangsung di Gaza.
"Ya, dia masih anak-anak. Jadi saya pikir hal ini menyentuh hati orang-orang di Israel dan di seluruh dunia," kata Rivlin.
Ahli restorasi di museum tersebut, Roee Shafir mengatakan bahwa perbaikan guci relatif mudah karena pecahan-pecahan tersebut berasal dari satu guci utuh.
Para arkeolog sering kali menghadapi tugas yang lebih berat yaitu memilah-milah tumpukan pecahan dari berbagai objek dan mencoba menyatukannya. Dalam kesempatan ini, para ahli menggunakan teknologi 3D, video resolusi tinggi, dan lem khusus untuk merekonstruksi guci besar tersebut dengan teliti.
Kurang dari dua minggu setelah kejadian, guci tersebut kembali dipamerkan di museum. Proses perbaikannya meninggalkan retakan kecil dan beberapa bagian yang hilang, tetapi ukuran guci kuno itu tetap sama.
Satu-satunya perubahan yang terlihat pada pameran adalah adanya tanda peringatan baru yang bertuliskan 'jangan disentuh'.
(wsw/wsw)