INFO NASIONAL - “Kalau mau ke Ibu Kota Nusantara, pasti lewat Penajam Paser Utara.” Pernyataan tegas Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Mudyat Noor itu bukan sekadar penanda geografis, melainkan sekaligus menggambarkan posisi strategis kabupaten yang kini berada di garis depan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Sebagai pintu masuk utama, Kabupaten PPU memainkan peran penting dalam menentukan wajah baru Nusantara. “Kami memaknai ‘gerbang’ itu sebagai pintu masuknya seluruh kepentingan ketika ingin menuju IKN,” kata Mudyat. “Itu sebabnya kami menamakan Kabupaten PPU sebagai Gerbang Nusantara.”
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Bupati Mudyat Noor yang dilantik pada Februari 2024 bersama Wakil Bupati Abdul Waris, mengusung visi besar menjadikan PPU sebagai daerah unggul, sejahtera, dan berdaya saing, dengan semangat kolaborasi sebagai tulang punggungnya. “Kami ingin meletakkan fondasi dasar pembangunan yang kuat dan berkelanjutan,” katanya.
Target jangka panjang yang ingin dicapai, menurut dia, menjadikan Penajam Paser Utara sebagai daerah model pembangunan berkelanjutan dan pusat pertumbuhan baru di Kalimantan Timur. Sebagai aktivis yang kemudian bertransformasi menjadi legislator dan kini menjabat sebagai kepala daerah, Mudyat memahami tantangan struktural yang dihadapi PPU.
Dengan APBD yang termasuk paling kecil di Kalimantan Timur, dia mengatakan, mimpi besar harus dirancang dengan strategi cerdas dan pendekatan bertahap. Keterbatasan fiskal mendorongnya lebih kreatif dan inovatif. Strategi mempercantik ‘gerbang Nusantara’ tidak semata-mata bersandar pada dana dari pemerintah pusat.
Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Mudyat Noor. DOK. PEMKAB PENAJAM PASER UTARA
Mudyat dan timnya merancang pendekatan multisektor. Mulai dari digitalisasi pelayanan publik, modernisasi pertanian, penguatan desa mandiri, hingga sinkronisasi data pembangunan berbasis geospasial. Mudyat menolak menjadikan PPU sekadar pelengkap atau penyangga IKN. Menurut dia, peran gerbang adalah simbol tanggung jawab dan eksistensi. “Gerbang itu harus cantik.
Jangan IKN-nya cantik, tetapi gerbangnya tidak cantik,” katanya. Mudyat menggambarkan pentingnya pemerataan pembangunan di wilayah sekitar IKN agar kesenjangan sosial tidak melebar. Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Persoalan sosial di sekitar IKN meningkat sejak pembangunan dilaksanakan, mulai dari konflik lahan, gesekan antara penduduk lokal dan pekerja pendatang, hingga tekanan pada pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan.
“Pembangunan IKN itu kebutuhan nasional, namun persoalan sosial itu yang kami tangani karena masuk wilayah PPU,” katanya. Untuk itu, Mudyat mendesak adanya penetapan status khusus bagi Kabupaten PPU, minimal sebagai kawasan strategis nasional agar dapat mengakses dana pembangunan dari pusat.
“Seperti Papua dan Aceh yang memiliki status kawasan percepatan pembangunan. Kami harap itu juga bisa berlaku di PPU,” ujarnya. Kabupaten PPU, Mudyat menambahkan, bukan sekadar perlintasan menuju IKN. Daerah ini mampu swasembada pangan dengan komoditas unggulan berupa padi, jagung, cabai, hingga unggas.
Sektor pertanian sebagai tulang punggung ekonomi lokal, menurut dia, membutuhkan dukungan agar hasilnya maksimal. Keberadaan bandara VVIP IKN yang dibangun di Kecamatan Penajam juga menjadi nilai tambah tersendiri. Letaknya yang strategis memperkuat posisi PPU sebagai simpul mobilitas udara nasional.
Jika dilihat dari peta dunia, posisi Penajam jauh lebih strategis ketimbang Jakarta atau Singapura. “Rute penerbangan dan laut jauh lebih efisien,” katanya. “Kalau pemerintah pusat menjadikan PPU sebagai kawasan Proyek Strategis Nasional, pasti daerah ini mampu berkembang lebih cepat.”(*)